Senin, 15 Agustus 2011

KELUARGA; TEMPAT IDEAL PENDIDIKAN BAGI ANAK


Suatu anggapan yang tidak tepat yang merebak di sebagian masyarakat kita bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab sekolah (baca: lembaga pendidikan). Seolah-olah sekolahlah yang bertanggung jawab atas keberhasilan pendidikan anak. Padahal hanya beberapa jam saja dalam sehari anak berada di sekolah. Sebagian besar waktu mereka berada di rumah bersama keluarga. Kita ketahui bahwa anak maupun generasi muda merupakan aset orang tua atau generasi tua. Kepada merekalah tumpuan harapan kehidupan di masa mendatang. Anak merupakan amanat dan titipan dari Tuhan kepada orang tuanya untuk diberikan pendidikan keahlian, keterampilan dan pendidikan budi pekerti yang mulia (baca: agama). Kehadiran anak dalam keluarga dapat merubah sisi dan sikap suatu rumah tangga. Keberadaan anak di tengah-tengah keluarga besar dapat mendatangkan kebahagiaan tersendiri.
Betapa besar peran keluarga dalam penanaman nilai-nilai positif sebagai pondasi yang kokoh kuat untuk landasan berpijak bagi kehidupan seseorang di kemudian hari. Pendidikan anak dalam keluarga berperan sangat dominan dalam hal masa awal pertumbuhan anak dan perspektif pertumbuhan masa depannya. Kepedulian dan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan anak dalam keluarga ini akan membekali generasi mendatang sehingga menjadi manusia yang berkualitas.
Pendidikan dan sistem sosialisasi yang sehat dalam keluarga akan dapat mempersiapkan kehidupan anak yang utuh dan baik bagi masa depannya. Pendidikan anak dalam keluarga berlangsung selama kurang lebih 20 tahun, yakni dari mulai anak lahir sampai mereka beranjak dewasa dan siap terjun ke masyarakat. Bahkan banyak juga yang berpendapat bahwa pendidikan anak dimulai saat anak masih dalam kandungan. Dan selama jangka waktu 20 tahun tersebut, kiat-kiat dalam pendidikan bervariasi sesuai dengan tingkat umurnya. Ada tiga pilar utama pendidikan dalam keluarga, yaitu: pertama, kasih sayang, kedua, adanya sosialisasi yang sehat dan ketiga, adanya aturan-aturan yang jelas yang konsisten. Ketiganya itu dibingkai dengan doa kepada Sang Pencipta agar semuanya berhasil baik.
Dorothy Law mengemukakan, apabila seorang anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia akan belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan rasa kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan. Betapa besar peran cinta dan kasih sayang orang tua pada kehidupan anak, sehingga Rasulullah dalam kaitannya dengan ini mengemukakan “man la yarham la yurham” (siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi).
Seandainya orang tua gagal mengungkapkan rasa kasih sayang pada anaknya, maka anaknya pun tidak akan mampu mencintai orang tua. Dalam pergaulan, mereka pun tak akan mampu mencintai dan menyayangi orang lain. Rasulullah memberi contoh bagaimana hubungan kasih sayang orang tua dengan anaknya. Beliau nyatakan rasa kasih sayang pada putrinya Fatimah sekalipun di depan para sahabat. Banyak anak tidak tahu bahwa orang tuanya menyayanginya, justru ia baru tahu setelah orang tuanya meninggal dunia.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan sekurang-kurangnya ada tiga metode pendidikan bagi anak, yakni pertama, pendidikan dengan keteladanan. Kedua, pendidikan dengan adat kebiasaan. Dan ketiga, pendidikan dengan memberikan hukuman atau teguran.
Pertama, pendidikan dengan keteladanan. Keteladanan orang tua merupakan keteladanan keluarga yang akan memberikan arahan yang membekas pada diri pribadi anak. Bagaimana orang tua bertutur sapa dengan anggota keluarga yang lain, bagaimana hidup santun, bagaimana orang tua memanfaatkan waktu, bagaimana orang tua berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama merupakan pedoman hidup yang tidak dapat terucapkan, namun nyata dalam kehidupan sehari-hari anak. Ini akan menjadi pelajaran hidup yang sangat dominan dan mewarnai dalam kehidupan seorang anak.
Tanpa keteladanan yang baik dari orang tua, pendidikan terhadap anak tidak akan berhasil dan nasehat-nasehat tidak akan membekas. Orang tua tidak dapat mengharapkan anak berbuat keutamaan, kemuliaan, dan akhlak yang terpuji kalau orang tua juga tidak berbuat demikian. Sesuai dengan surat ash-shoff ayat 2 dan 3 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat?, amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan”. Juga di surat al-baqarah ayat 44 disebutkan: “Mengapa kamu suruh orang lain berbuat kebajikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab?, tidakkah kamu berpikir?”. Oleh karena itu sangat penting dan utama keteladanan orang tua dalam membina anak-anak yang bertakwa, baik budi, bersemangat, berprilaku terpuji, dan mendapat ridlo Tuhan.
Kedua, pendidikan dengan adat kebiasaan. Membiasakan anak sejak kecil berlaku sopan, bangun pagi, beribadah, membaca kitab suci, ramah terhadap peminta, tidak berbohong. Semua itu akan membiasakan anak untuk melaksanakan syariat agama, tertanam sikap dan kecintaan pada agama serta tumbuh rasa sosial dan empatinya. Perlu pula dibiasakan untuk sadar bahwa kita harus mempertanggung jawabkan perbuatan kita baik di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya ada kehidupan lain selain kehidupan yang dijalani sekarang. Sadar bahwa Tuhan selalu melihat apa yang kita lakukan. Dalam menghadapi masa depan yang penuh kompetisi, anak perlu pula tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, kokoh kuat, beretos kerja tinggi. Untuk itu perlu sejak kecil dibiasakan untuk hidup mandiri, disiplin, bertanggung jawab. Sejak kecil pula perlu ditanamkan dan dipupuk minat bacanya agar menjadi kebiasaan. Karena kemajuan dan ilmu pengetahuan bersumber dan diperoleh melalui membaca. Hal ini diperkuat pula oleh suatu kenyataan bahwa ayat pertama al-Qur’an adalah perintah untuk membaca (iqra’).
Ketiga, pendidikan dengan memberikan hukuman atau teguran. Memberi hukuman atau teguran apabila anak melakukan perbuatan yang tidak benar atau pujian terhadap anak apabila ia melakukan perbuatan yang terpuji juga merupakan salah satu cara pendidikan yang perlu pula dilakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal memberi hukuman atau teguran adalah pertama, tegurlah secara langsung saat anak melakukan perbuatan yang tidak baik. Kedua, teguran dilakukan karena memang layak dan dapat dimengerti. Ketiga, teguran memang terkait erat dengan hal-hal yang dilakukan. Keempat, teguran atau hukuman hendaknya didasari dengan kasih sayang dan respek bukan kebencian. Dan diusahakan hukuman seobyektif mungkin dan terjauh dari rasa dendam. Rasulullah pun memberikan cara dalam pemberian hukuman, yakni: menunjukkan kesalahan dengan penjelasan, menunjukkan kesalahan dengan memberi isyarat, menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan dan memberikan hukuman yang menjerakan. Walaupun hukuman kadang-kadang diperlukan namun pujian dengan rasa kasih sayang akan lebih memberikan hasil yang lebih efektif.